GERRARD SANG PENYINTAS!

Ditulis untuk forum BIGREDS IOLSC pada 16 Januari 2014 GERRARD SANG PENYINTAS

GERRARD

Sebelum Liverpool melawat ke Britannia Stadium markas Stoke City (12/01/2014), sempat berpikir untuk membuat tulisan dengan tema/judul: Gerrard Sudah Habis (?). Ya, tentu saja dengan tanda tanya, karena secara pribadi saya yakin Gerrard belum habis-habis amat. Bahwa performanya menurun -jika dibandingkan saat ia mengangkat Si Kuping Besar di Istanbul misalnya- para supporter rasanya tidak bisa mungkir.

Daws dalam sebuah tulisannya di RAWK membuat analogi dan perbandingan untuk menggambarkan (alasan menurunnya) performa Kapten Liverpool saat ini (dibandingkan performa beberapa tahun lampau). Jika diterjemahkan secara bebas kira-kira seperti ini:

“Ketika mendapati sebuah pintu yang terkunci Gerrard akan mendobraknya. Sementara Xavi akan membuka gemboknya dan Xabi akan mencari pintu lain.” (RAWK)

Ketiganya bisa saja mencapai tujuan, namun cara yang dilakukan berbeda. Analogi tersebut sekaligus ingin memperlihatkan kalau Gerrard akan mengeluarkan energi lebih banyak dari Xavi dan Xabi. Dengan kata lain, jika dibandingkan dengan duo Spanyol, Stevie lebih mengunakan kekuatan fisiknya dibandingkan dengan otaknya. Kecenderungan “Captain Fantastic” mengandalkan kekuatan fisik ini kemudian sangat terasa sekarang. Ketika usianya tak lagi muda, kekuatan fisik tak lagi di puncak. Boleh setuju, tidak pun tak mengapa. Bebas. Tetapi itu suatu yang niscaya.

“Naturally, when you get a bit older you get a bit slower and the further backwards you move.” – Didi Hamann. (Kutipan dari: A New Gerrard; Sky Sports)

Rasanya baru kemarin melihat bagaimana pemegang medali perunggu “Ballon d’Or 2005” ini membangkitkan semangat koleganya untuk membanting jatuh AC Milan yang sudah merasa di awang-awang sekembali dari ruang ganti di Attaturk Stadium, Istanbul. Tendangan guntur 30 yards (27,5 m) ke gawang West Ham United yang dijaga Shaka Hislop di teriknya Cardiff juga masih terngiang.Tak begitu mudah juga melupakan deretan tendangan bebas penuh energi yang membuat kiper dan suporter lawan mengumpat. Tapi kini fisiknya tak lagi 100% menyokong. Dalam dua tahun terakhir berapakali tendangan keras ajaib itu terlihat, berapa juga tendangan bebas langsung yang diambilnya? Tak sering.

Tapi pemilik jersey keramat bernomor punggung 8 di LFC adalah pemain spesial. Bahkan “hanya” dengan sisa-sisa kemampuan yang dimilikinya sekarang, Gerrard masih layak diperhitungkan. Ban kapten tim nasional Inggris bisa jadi bukti kecil, ya bukti kecil saja. Ia juga masih rajin mengasistensi bomber-bomber Liverpool untuk mencetak gol, dan masuk di deretan atas pemberi assists terbanyak di BPL musim ini. Namun, suporter -mengakui atau tidak- pasti sadar bahwa kaki Gerrard memang tak lagi muda. Para pundit, Carra, sampai Brendan Rodgers pun tahu itu. Bahkan Gerrard pasti juga menyadarinya. Tapi tenang ia belum habis, ia masih ada, ia hanya wajib beradaptasi.

Ya, beradaptasi dengan posisi baru yang akan ditempatinya. Juga beradaptasi dengan pola permainan yang diusung Gaffer Liverpool, Brendan Rodgers. Ia hanya perlu menghayati apa yang pernah dikemukakan oleh naturalis kenamaan, Charles Darwin:

“It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is the one that is most adaptable to change.”

Evolusi Gerrard sebenarnya berjalan wajar. Satu setengah musim di tangan Brendan Rodgers, langsung diberi posisi “lebih dalam” di area tengah Liverpool, berada di depan Lucas Leiva yang menjaga kedalaman. Suami Alex Curran tak lagi diserahi tanggung jawab untuk mendobrak pintu pertahanan lawan. Liverpool barangkali tak butuh lagi seorang pendobrak tunggal, pintu yang terkunci coba dibuka bersama-sama. Jika Suarez tak mampu mengakali gembok, Steven hanya perlu menyumbang pundaknya untuk gotong-royong mendorong balok pendobrak pintu.

Bahkan kini Gaffer Liverpool mengisyaratkan sang mantan pendobrak pintu dipaksa berevolusi lagi menjadi pemain terakhir di lini tengah. Menggantikan peran pemain tengah pirang asal Brazil, Lucas Leiva. Menjadi penjaga kedalaman, pengontrol permainan. Ia bahkan tak perlu lagi ikut mengangkat balok, ia hanya memastikan balok tersedia, mengantarkan tenaga-tenaga muda sampai di depan pintu, lalu menjaganya kalau-kalau ada yang mengganggu.

Perannya memang lambat laun berubah dari Attacking Midfielder (AM) – Central Midfielder (CM) – Defensive Midfielder (DM). Evolusinya bahkan bertautan ujungnya (kalau sekarang adalah ujung), dari DM kembali ke DM. Peran sebagai Holding Midfielder sebenarnya memang bukan hal baru bagi SG8, peran ini pernah dilakoni di awal-awal karir profesionalnya di Liverpool. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bisakah Gerrard menjalankan peran barunya itu?

“He has got the personality to play in that controlling role. He gives us great variety in his passing. We saw today he picked it up from deep and stretched the game with his vision and quality.” (Kutipan dari: Liverpool’s Steven Gerrard could play deeper; BBC Sport)

Posisi bermain yang lebih dalam rasanya memang cocok untuk ayah dari Lilly, Lexie dan Lourdes. Meskipun tetap harus bergerak dan memiliki stamina yang baik, tak lagi dituntut untuk selalu maju ke depan membantu serangan. Sehingga tidak harus keteteran untuk berlari mengejar bola saat lawan melakukan serangan balik. “Kemalasan” mengejar bola atau mobilitas yang susut atau bahkan sama sekali tidak mobile (motionless) menjadi kritik yang paling banyak muncul untuk Gerrard saat ini. Kini pemain yang pernah 3 kali masuk daftar “FIFA/FIFPro World XI” ini bisa menghemat tenaga. Sang kapten tak perlu lagi menjajah seluruh lapangan. Ia hanya perlu disiplin dalam bertahan dan menjaga daerah. Dan mulai membiasakan diri dengan karakter seorang gelandang gantung: Penempatan posisi, visi bermain, dan umpan sederhana.

Soal peran regista bisa dibaca klik: Rodgers Mencari Regista

Penempatan Posisi

Pintar menempatkan posisi menjadi salah satu syarat menjadi seorang holding midfielder yang efektif. Tugas utama pemain bertahan untuk memutus serangan membuat penempatan posisi sekaligus disiplin dalam bertahan menjadi penting. Posisi yang baik akan memudahkan seorang gelandang bertahan untuk memotong umpan, atau mengejar lawan, melakukan ganjalan secara efektif tanpa harus banyak bergerak. Seorang DM yang salah posisi memberi kosekuensi yang berat, pemain lawan bisa lolos, bisa juga terpaksa harus dilanggar (untuk menghentikan) yang mungkin memberi kesempatan lawan mengkreasi peluang. Akibat lain adalah boros tenaga, karena harus mengejar bola atau lawan ke sana-sini. Kemampuan posisioning juga berhubungan dengan kemampuan membaca permainan (game reading), kapan dan ke mana bola akan diumpan oleh lawan.

Salah satu kelebihan dari Lucas -dalam kondisi terbaik- sebenarnya adalah penempatan posisi dan visi bertahan. Namun semenjak cedera, kemampuannya belum menyentuh batas tertinggi dari kemampuan yang pernah ditunjukkannya. Tidak mudah memang bagi seorang pemain untuk kembali dari cedera panjang, bahkan tak hanya sekali dalam kasus Lucas, untuk menemukan kembali permainan terbaiknya. Musim ini gelandang bertahan yang juga berevolusi dari AM ini memang membuat banyak tackle(s), tetapi persentase keberhasilannya bisa dibilang rendah. Kurangnya akurasi tekel, yang kemudian berakhir dengan pelanggaran terkonfirmasi dari statistik tackle(s). Secara kuantitas tinggi, tapi hanya 44% tekel sukses. Sementara Gerrard lebih baik di angka 52%.

Selain tekel, aksi bertahan yang meliputi clearences, intersep, dan merebut bola rasanya Gerrard pun bisa lebih bagus. Bahkan saat menjalani peran sebagai holding midfielder di pertandingan terakhir kontra Stoke City, aksi bertahannya naik 4 kali lipat dibanding rata-rata sepanjang musim berjalan.

Visi Bermain

Kemampuan membaca permainan atau visi bermain, baik menyerang dan bertahan menjadi penentu kualitas seorang gelandang bertahan. Dalam sepakbola modern, seorang gelandang bertahan tidak hanya bertugas untuk memutus serangan dan melindungi/melapis center back dan full back. Ia juga menjadi pemain yang bisa memulai serangan atau melakukan transisi dari bertahan menyerang. Gelandang bertahan yang baik juga harus mampu menentukan bila bermain lambat, bila bermain dengan umpan-umpan cepat.

Tingkat kemampuan membaca permainan dilengkapi umpan-umpan berkualitas yang akan menjadi pembeda bagi seorang gelandang bertahan. Apakah ia sekadar Defensive/Holding Midfielder atau menjadi seorang regista, deep-lying playmaker, meia-armador, atau apapun sebutannya. Lucas adalah seorang DM yang baik, tetapi visi menyerangnya tidak terlalu istimewa. Secara teori visi menyerang Gerrard lebih baik dari Lucas. Kualitas kreasi umpan (key pass) juga lebih baik dari Lucas. Tinggal implementasinya yang harus pas, dan tetap dalam kontrol. Gerrard mencatat lebih dari 40 kali memberi umpan kunci yang membuka peluang mencetak gol, sementara Leiva hanya 11.

Umpan Simpel

Saat melakoni peran bertahan, menghindari apa yang tak boleh dilakukan acapkali lebih penting. Seorang gelandang bertahan sebisa mungkin lepas dari kesalahan sekecil apapun. Sama seperti positioning yang salah, gagal intersep dan tekel tak sukses, salah umpan juga harus dihindari. Makanya umpan-umpan sederhana menjadi pilihan pertama bagi seorang DM, tidak boleh menyulitkan diri sendiri atau orang lain. Bisa berakibat fatal. Umpan harus lebih terkontrol, tidak boleh mengobral umpan-umpan yang berisiko.

Rerata persentase akurasi umpan Gerrard sebenarnya cukup baik, tapi jika dibandingkan para gelandang bertahan di tim-tim elite EPL seperti Arteta, Flamini, bahkan Leiva masih kalah. Dalam hal ini Lucas lebih unggu dari Gerrard. Kalau dilihat dari tipe umpan, SG8 terlihat cukup banyak mengumbar umpan-umpan panjang. Terlihat dari balok warna ungu yang jauh lebih tebal. Tetapi mungkin dipengaruhi posisinya yang memang bukan orang terakhir di tengah. Apapun, Gerrard memang harus mulai untuk mengontrol diri, tidak banyak mengumbar umpan-umpan panjang yang mungkin memukau tapi berisiko. Hollywood Ball hanya boleh muncul di saat-saat yang tepat saja.

GERRARDPASSING
Komposisi umpan Gerrard

Gerrard vs Stoke City

Nah, sekarang bagaimana raport SG8 saat menjalani “second debut”(karena pernah jadi DM dulu) di posisi barunya? Secara umum cukup bagus,meskipun harus banyak perbaikan. Ia melakukan 5 tekel dan 4 diantaranya bersih. Aksi bertahan Gerrard juga meningkat pesat, ia tercatat melakukan 8 kali clearences, 2 intersep dan 2 blok. Total 12 defensive actions ini melonjak dari rerata 4 defensive actions miliknya musim ini.

Namun bukan tanpa kekurangan. Gerrard melakukan cukup banyak kesalahan umpan sering terlihat, terutama saat mencoba melakukan long pass. Kesalahan-kesalahan umpan Gerrard yang terlihat saat laga juga terkonfirmasi dari statistik akurasi passing. Akurasi umpannya mencapai 75%, tidak ideal untuk seorang penjaga kedalaman. Gambar menunjukkan bahwa kebanyakan umpan yang gagal adalah long pass (gambar panah merah).

AKURASI
Akurasi umpan Gerrard vs Stoke (75%)

Posisi baru menuntut Gerrard untuk lebih sabar untuk mengontrol permainan, sekaligus mengerem umpan-umpan panjang yang selama ini menjadi trade marknya. Sang Kapten harus selalu ingat tiga hal: Positioning, read the game, simple pass!

“I think he’s so good he can play in any position but this is the position in which he can play the longest for. It’s up to him. If he wants to put his mind to it he can play there for the next two or three years.” – Didi Hamann (Kutipan dari: A New Gerrard; Sky Sport)

Tak akan sulit bagi Gerrard beradaptasi dengan peran barunya. Sebelumnya, ia telah melakukan beberapa kali peralihan posisi dengan mulus. Karena Steven George Gerrard adalah seorang PENYINTAS (survivor).

Apa Kabar “Death by Football”? (Part 1)

Ditulis untuk forum bigreds iolsc pada 26 Februari 2014 APA KABAR DEATH BY FOOTBALL?

dbf

Apa itu “Death by Football”?

Menarik memang mencermati gaya main Liverpool FC di lapangan hijau. Filosofi “Death by Football” yang diperkenalkan Brendan Rodgers memang belum sepenuhnya berjalan. Tetapi perubahan style terlihat cukup signifikan terlihat. Gaya main yang digubah sang manajer bahkan banyak disebut paling atraktif di ranah Britania Raya saat ini. Tak perlu terburu membahas sejauh mana implementasi filosofi yang dibawa oleh pelatih kelahiran Irlandia Utara ini. Ada baiknya berkenalan dulu dengan falsafah tersebut dalam bagian pertama (Part 1) artikel di thread ini.

Istilah “Death by Football” sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Brendan Rodgers pada September 2012, tak lama setelah ia didapuk secara resmi menjadi manajer tim berlambang burung Liver. Tepatnya pada sebuah gathering fans dari beberapa website, blog, podcast, majalah dan radio di Melwood, tempat latihan Liverpool. Dalam diskusi tersebut pria yang memulai karir manajer pada musim 2008/2009 (Watford), menjelaskan soal obsesinya terhadap possession football.

Brendan Rodgers: “When you’ve got the ball 65, 70 percent of the time, it’s a football death for the other team… it’s Death by Football”. (www.thisisanfield.com)

“Death by Football” memang terkait erat dengan filosofi penguasaan bola (possession football) . Sistem ini (dalam kondisi ideal) tak jauh berbeda dengan tiki-taka yang diusung Barcelona dan Bayern Munich asuhan Pep Guardiola. Pun demikian dengan Tim Nasional Spanyol era Luis Aragones dan Vicente del Bosque. Itu pula alasan Swansea besutan Rodgers acap dijuluki Swansealona, mengacu pada Barcelona. Cukup lama tak terdengar, kata-kata yang secara bebas berarti “Kematian oleh Sepakbola” muncul kembali. Serangkaian kemenangan meyakinkan Liverpool atas Totteham Hotspur (5-0), Everton (4-0) dan Arsenal (5-1) menjadi pemicunya.

Peran Berdasar Zona

Tetapi falsafah ini tidak melulu tentang mendominasi penguasaan bola semata, metodologi atau pendekatan sistem permainannya juga penting. Mari kita coba pahami tentang metodologi yang sering disebut-sebut oleh Brendan Rodgers. Berikut ini sistem permainan “Death by Football” saat menguasai bola dalam formasi 4-3-3. Rodgers menjelaskan peran masing-masing pemain berdasar posisinya dalam delapan (8) zona yang digambarnya.

formasi
Gambar: Zona dan Peran Pemain

Zone 1 – Sweeper Goalkeeper
Suporter Liverpool pasti sering kesal melihat pemain belakang Liverpool dianggap terlalu sering mengumpan bola kepada kiper. Padahal sebenarnya tak ada yang salah, cara bermain seperti itu memang yang dipilih dan diinstruksikan bos Liverpool. Seperti juga tiki-taka, “Death by Football” yang juga berakar pada “totaal-voetbal”. Saat menguasai bola Rodgers menginginkan 11 pemain ikut bermain, bukan 10 pemain + 1 penjaga gawang seperti tim lain. Ini jadi salah satu pembeda. Idealnya penjaga gawang yang bermain di posisi ini memiliki ketenangan saat menguasai bola dan ditekan lawan, punya visi menyerang bagus dan memiliki akurasi umpan yang baik.
Pemain: Lupakan pemain lain, saat ini Simon Mignolet tak ada saingan di posisi penjaga gawang.

Zone 2 – Ball-playing Center Back
Sama seperti penjaga gawang, bek tengah juga diharapkan mampu “bermain” bola, bukan hanya jago bertahan dan menghalau bola. Bek tengah juga diminta lebih banyak bermain umpan pendek ketimbang memberi umpan lambung langsung ke area pertahanan lawan. Dalam pendekatan possession football, bek tengah bermain agak jauh ke depan membentuk garis pertahanan yang tinggi. Dilakukan untuk memberi tekanan yang lebih berat kepada pemain lawan. Bahkan bek tengah tidak tabu untuk ikut maju sampai ke daerah pertahanan lawan. Gerard Pique (Barcelona) adalah contoh yang paling tepat untuk peran ini. Idealnya hanya salah satu dari dua center back (CB) yang aktif ikut menyerang, saat itu peran bertahannya akan digantikan oleh regista.
Pemain: Skrtel, Agger, Sakho, Kolo Toure.

Zone 3 – Regista

RODGERS MENCARI REGISTA

Dibutuhkan pemain yang punya kemampuan komplit dalam bertahan sekaligus menyerang. Regista mampu mengintersep, melakukan tekel, dan memenangkan duel one-on-one. Selain itu juga tenang dalam menguasai bola dan saat berada dalam tekanan lawan, umpan-umpannya variatif dan akurat. Regista alias deep-lying playmaker juga harus selalu ada saat kolega membutuhkan solusi kemana harus mengumpan. Ia juga bertugas memulai serangan, sehingga harus juga punya intelegensi tinggi, visi bermain oke dan mampu membaca permainan. Saat ini Gerrard yang bermain di zona 3, so far so good. Sang maestro di posisi ini, Andrea Pirlo, secara khusus memberi pujian Kapten Liverpool terkait peran barunya itu.
Baca Juga: GERRARD SANG PENYINTAS
Pemain: Gerrard, Leiva, Allen.

Zone 4 – Bek Sayap
Termasuk posisi paling sibuk dalam skema, karena berperan sama besar saat bertahan dan menyerang. Idealnya bek sayap cakap dalam penguasaan bola, mahir menggiring bola, pelari kencang dan punya stamina bagus. Berperan penting dalam penguasaan bola karena menjadi alternatif lalu-lintas umpan agar tak mentok di area tengah. Full-back/Wing-back berfungsi juga mengkontruksi segitiga penguasaan bola (triangular possession) bersama dengan semua pemain di semua zona.
Pemain: Johnson, Flanno, Kelly, Cisshoko, dan Enrique. Jika ada pertanyaan siapa full back paling ideal yang dimiliki LFC saat ini? Saya pribadi punya jawaban nyeleneh: Raheem Sterling.

Zone 5 – Gelandang Kreatif
Sering disebut sebagai box-to-box midfielder. Gelandang mobile yang selalu mencari posisi lowong di tengah padatnya lalu-lintas permainan. Sehingga memungkinkan terbentuknya triangular possession untuk mempertahankan penguasaan bola. Umpan kombinasi (wall-pass) dan umpan terobosan menjadi senjata utama penghuni zona 5 untuk mengkreasi peluang. Jadi saat menguasai bola, ia harus memilih satu saja dari dua pilihan. Pertama memberi umpan mematikan (assist). Jika pilihan pertama itu tak memungkinkan bola harus dipertahankan lebih lama dengan umpan-umpan sederhana. Pemain di zona 5 juga menjadi alternatif pendulang gol bagi tim.
Pemain: Allen, Henderson, Coutinho, Alberto.

Zone 6 – Inside Forward
Nathan Dyer, Sinclair, Raheem Sterling, dan Luis Suarez adalah pemain kepercayaan Rodgers dalam peran di zona 6 (Swansea dan Liverpool). Meskipun tidak bisa dibandingkan kualitas masing-masing, tetapi karakteristik mereka sebenarnya cukup mirip. Berteknik memadai dan punya kreativitas yang tinggi. Posisinya berada di belakang striker utama. Dalam format 4-3-3, zona 6 diisi oleh penyerang sayap. Namun dalam strategi berbeda, bisa saja pos ini ditempati oleh gelandang serang tengah atau second striker (number 10 role). Merupakan Team-player yang lebih sering berperan sebagai pelayan, meskipun tetap bisa mengkonversi peluang menjadi gol.
Pemain: Suarez, Sterling, Coutinho, Moses, Alberto, Sturridge.

Zone 7 – Targetman
Bekal yang dibutuhkan striker utama adalah teknik yang memadai, termasuk sentuhan bola pertama saat menerima umpan. Kapabel untuk bermain kombinasi dan punya pergerakan tanpa bola yang istimewa. Makin komplit jika ditambah dengan kecepatan. Rasio konversi gol yang tinggi tentu saja jadi atribut penting bagi seorang ujung-tombak.
Pemain: Suarez, Sturridge, Aspas.

Zone G (8) –Zona Gol
Seberapa sering suporter Liverpool melihat dua bek sayap kiri maupun kanan melakukan umpan silang ke kotak sebelum memasuki zona G? Tidak sering atau bahkan tidak akan pernah. Umpan silang dalam falsafah “Death by Football’ seolah hanya menjadi pilihan terakhir. Dilakukan ketika benar-benar yakin potensi menjadi gol cukup tinggi. Agar lebih efektif dikonversi menjadi gol, umpan crossing hanya boleh dilakukan dari Zona G, atau sebutlah sebagai zona gol. Area yang sejajar dengan kotak 16m dalam pertahanan lawan ini memang menjadi wilayah optimal untuk memberi umpan matang sekaligus mencetak gol.

Menang Lebih Penting

Pendekatan permainan berdasar zona itu yang diterapkan di Liverpool saat menguasai bola. Formasi tersebut adalah rancang-bangun dasar yang bisa berubah menyesuaikan dengan berbagai kondisi. Semisal kekuatan lawan yang dihadapi dan sumber daya (pemain) yang tersedia. Liverpool cukup beruntung karena meskipun skuat tipis, tetapi cukup banyak pemain yang bisa melakoni lebih dari satu posisi. Meskipun formasi bisa berubah tetapi pembagian zona dan peran pemain dalam zona tersebut tetap sama. Saat bermain dengan formasi ultra-ofensif 4-2-4 misalnya, akan ada dua pemain yang beroperasi di Zona 7 sebagai target-man, didukung dua pemain di zona 6 sebagai inside-forward. Atau saat bermain dengan tiga bek, maka salah satu CB akan menggantikan peran pemain di zona 3 dalam bertahan.

Seberapa jauh “Death by Football” telah diterapkan di Liverpool FC? Lebih lengkap akan coba dibahas dalam artikel bagian kedua. Lebih bagus lagi kalau ada diskusi di sini.
Possession football yang sempurna memang membutuhkan pemain berbakat yang dianugerahi teknik tinggi di berbagai posisi. Sehingga sejauh mana bisa diterapkan sangat tergantung materi pemain yang dimiliki. Tak bisa dipaksakan. Rodgers sadar akan hal itu, ia tentu juga maklum bahwa sepakbola modern adalah bisnis tentang menang dan kalah. Sehingga meraih kemenangan kemudian ditempatkan lebih dulu dari gaya bermain. Pragmatis? Tidak juga, karena manajer berusia 41 tahun ini tetap ingin Liverpool tampil atraktif untuk meraih kemenangan.

“We’re in the BUSINESS OF WINNING, and hopefully we can ENTERTAIN along the way,” Brendan Rodgers. (The Independent)

Saya sih merasa cukup terhibur. Kalau kamu?

Rodgers Mencari Regista

Ditulis untuk forum bigreds iolsc pada 20 Januari 2014 RODGERS MENCARI REGISTA

rodgers

Ketika musim 2012/2013 berakhir, sisi-sisi lemah Liverpool FC sebenarnya sudah teridentifikasi. Diantaranya adalah posisi bek tengah, gelandang serang, gelandang bertahan, dan pelapis full back kiri. Si Merah lantas memanfaatkan bursa musim panas 2013 untuk mendatangkan pemain baru untuk di berbagai posisi, termasuk pemain pengisi area-area yang dianggap bolong. Kolo Toure dan Mamadou Sakho didatangkan untuk mengisi posisi bek tengah. Untuk memperkokoh pertahanan kiper Sunderland, Simon Mignolet dibajak. Bahkan Liverpool berani berinvestasi dengan mendatangkan bek muda Porto, Tiago Ilori.

Upaya Brendan Rodgers, manajer Liverpool, menutup keping-keping puzzle yang bolong berjalan tak terlalu mulus. Negosiasi pemain di posisi gelandang serang (penyerang) dan bek kiri terlihat tersendat jelang musim 2013/2014 bergulir. Pemain dalam prioritas pertama yang terendus didekati menolak bergabung. Rodgers dipaksa puas saat menutup jendela transfer dengan peminjaman Moses (gelandang serang/Chelsea) dan Cisshoko (bek kiri/Valencia). Proses transfer Aly Cisshoko bahkan terkesan bak komedi, Valencia ngotot jual, sementara Liverpool bersikeras meminjam. Try before you buy alias coba dulu baru beli, kembali diterapkan Liverpool. Seolah jadi pertanda kalau manajer yang mengantar Swansea promosi ke kasta tertinggi pada tahun 2011 ini tidak terlalu yakin dengan pemain pinjaman itu.

Beberapa lubang yang nampak, memang sudah coba ditutup meski belum tentu maksimal. Namun ada satu posisi yang semenjak pelatih kelahiran Carnlough, Irlandia Utara ditunjuk jadi bos Liverpool jarang tersentuh, yakni gelandang bertahan. Rodgers memang mengambil Joe Allen dari Swansea musim panas 2012, tetapi pemain bertinggi 168cm ini juga bukan seorang defensive midfielder(DM) murni. Nuri Sahin juga sempat dipinjam dari Real Madrid, tapi justru dimainkan pada posisi yang lebih menyerang. Akhirnya Sahin dilepas setelah merasa tak cocok dengan posisi “number 10” yang beroperasi di belakang striker. Kini hanya tersisa satu pemain yang cukup lama berperan sebagai DM, Lucas Leiva. Saat diboyong Rafa Benitez tahun 2006, gelandang serang asal klub Gremio ini langsung mencicipi pos gelandang bertahan.

Sepanjang musim 2013/2014 yang masih berjalan, Rodgers lebih sering menempatkan dua pemain yang diberi tugas untuk banyak melakukan aksi bertahan di lini tengah. Steven Gerrard menjadi pemain yang ditugasi menemani Lucas Leiva di mayoritas laga Liga Inggris. Duo Gerrard dan Henderson jadi alternatif ketika DM asal Brasil itu terkena larangan tampil karena akumulasi kartu pada matchday 7 dan 8. Kombinasi Gerrard – Allen juga sempat dicoba berduet di matchday 14 dan 15 untuk memberi kesempatan Leiva beristirahat di bangku cadangan. Pola lini tengah yang kuat dengan dua gelandang bertahan dalam pola 4-2-3-1 memang sudah akrab dengan pemain-pemain LFC sejak rezim Rafael Benitez.

Mencoba filosofi impian

Perubahan mulai terlihat pada matchday 16 saat melawan Tottenham Hotspur, Brendan Rodgers mencoba memainkan peran seorang regista. Secara konsisten peran ini berlanjut dalam enam (6) pertandingan terakhir yang dijalani Liverpool di Liga Primer Inggris. Regista adalah bahasa Itali yang sepadan dengan kata director dalam bahasa inggris. Direktur, pemimpin, pengatur, atau sutradara jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sementara dalam kancah sepak bola peran ini disebut sebagai playmaker, sang pengatur permainan. Lebih spesifik lagi regista adalah sebutan untuk pengatur permainan yang beroperasi sebagai gelandang bertahan. Berbeda dengan trequartista, dirijen permainan yang berposisi lebih menyerang. Jadi regista adalah deep-lying playmaker.

Lucas Leiva yang ditunjuk melakoni peran ini kala pasukannya menaklukkan White Hart Lane pertengahan bulan Desember 2013. Saat itu Gerrard tak bisa tampil karena cedera. Lucas terlihat bermain jauh lebih dalam dan kadang-kadang terlihat sejajar dengan dua bek tengah. Gelandang pirang asal Brazil ini mengulang peran itu di empat laga beruntun berikutnya, menjamu Cardiff City, bertandang ke Manchester City dan Chelsea, serta menjamu Hull City. Tak ada komplain dengan peran pemain bernomor punggung 21 sampai laga pembuka tahun 2014 itu. Pun ketika lini tengah LFC tak kuasa mendikte permainan saat menghadapi ManCity dan The Blues, itu dianggap wajar. Kedua tim lawan menjalankan kontra strategi yang nyaris sempurna lewat sederet nama-nama mentereng dalam skuat dan diarsiteki manajer papan atas.

Cederanya Joe Allen dan kembalinya Steven Gerrard, lantas memengaruhi komposisi lini tengah The Reds. Cukup mengejutkan ketika Rodgers memberikan peran deep-lying playmaker kepada sang kapten yang kembali dari cedera. Gaffer Liverpool memulai percobaannya secara penuh saat bertandang ke Britannia kandang Stoke City. Meskipun melakukan beberapa kesalahan terutama salah passing, performa si nomor 8 dianggap lumayan saat menjalani peran itu. Kesalahan-kesalahan yang dilakukannya seolah tertutup dengan aksi-aksi bertahan macam tekel, intersep, clearance(s) yang cukup dominan. Situs http://www.thisisanfield.com misalnya, memberinya nilai tujuh (7). Hanya terpaut satu poin dari Raheem Sterling dan Luis Suarez yang diberi nilai tertinggi.

Tak ada yang tahu rencana Gaffer Liverpool dengan tajribah Rodgers saat menukar Leiva dengan Gerrard. Secara statistik pemilik nomor punggung 21 memang tergolong terlalu banyak membuatpelanggaran dan tendangan bebas kepada lawan. Akurasi tekelnya hanya 44%. Kreativitas gelandang bertahan tim nasional Brazil itu juga bukan yang terbaik, meskipun akurasi umpannya melebihi 90%. Bahkan bisa jadi Rodgers mengetahui problem kebugaran pemain bernama komplit Lucas Pezzini Leiva. Kemudian seperti diketahui, Lucas memang mengalami cedera saat diturunkan sebagai pemain pengganti di laga kandang kontra Aston Villa.

Dalam wawancara seusai pertandingan kontra Stoke City yang berakhir dengan skor 3-5 untuk kemenangan Liverpool, Rodgers mengemukakan idenya. Ia merasa Gerrard punya personality yang sesuai untuk menjalankan peran sebagai pengontrol. Pengena ban kapten sejak Oktober 2003 itu dianggap punya umpan yang bervariasi dan memiliki visi bermain yang baik. Bekas manajer Liverpool Rafael Benitez juga menyebut peran regista cocok untuk Gerrard. “Antisipasi, kemampuan mengumpan panjang dan pendek dengan akurasi baik dan juga kemampuan mengatur tempo,” kata pelatih Napoli pada kolom yang ditulisnya untuk The Independent (17/01/2014) beralasan.

Pemegang Kemudi

Rodgers terlihat sedang berusaha untuk mengimplementasikan filosofi sepakbola yang yang diidamkannya, possession football meskipun tidak secara mutlak. Versi british dari Tiki Taka yang “membunuh” lawan lewat penguasaan bola. Ia lantas menyebutnya sebagai Death by Football. Sistem permainan ini membutuhkan peran seorang pengontrol permainan. Soal figur regista, Rodgers menjelaskan peran pemain yang banyak beroperasi di Zona 3 dari 8 zona yang di plot untuk masing-masing peran/posisi (lihat gambar). Gelandang gantung di zona 3 menjadi sosok paling penting dalam mengendalikan permainan lewat penguasaan bola (possession). Pemain di zona 3 ini bukan lagi defensive midfielder yang bertugas hanya untuk menghalau serangan, tetapi juga berlakon bak quarterback dalam American Football. Ia adalah penentu dari mana dan bagaimana cara sebuah serangan dimulai.

formasi

Seorang regista harus memiliki kecakapan dalam penguasaan bola, termasuk saat mendapat tekanan dari lawan. Deep-lying playmaker yang dijelaskan Rodgers akan lebih banyak memainkan umpan-umpan pendek sepanjang laga. Ia adalah poros dari penguasaan bola. Mengumpan, menerima bola kembali, mengumpan, menerima bola lagi, mengumpan dan menerima bola lagi sampai tim memiliki kesempatan untuk mengancam gawang lawan. Ia juga adalah outlet bagi rekan-rekannya yang kesulitan saat ditekan lawan. Saat koleganya menguasai bola dan kepayahan karena pressing lawan, regista “wajib” hadir untuk menerima umpan. Ia adalah kemudi yang menawarkan solusi (jalan keluar). Volante de salida.

Volante berarti kemudi, Salida bermakna jalan keluar (outlet). Volante de salida lazim digunakan di Spanyol untuk menyebut peran DM yang sekaligus bertindak sebagai pengatur permainan. Ia memang terkesan lebih statis dibandingkan dengan pemain-pemain lain. Sebagiaan besar waktunya dihabiskan untuk bergerak di zona 3 permainan. Meski begitu sentuhannya ewarnai hampir setiap momen. Ketika memberi umpan-umpan panjang nan tajamsekalipun ia tetap harus dalam posisi bagus untuk mengawal serangan. Kemudian bersiap untuk menjadi penerima bola saat penyerang mengalami tekanan. Ia mampu menekel lawan, ia juga kapabel untuk membalikkan kondisi dari bertahan menjadi menyerang dalam sekejap. Selain ketenangan saat menguasai bola dan ditekan, akurasi umpan seorang regista harus baik. Idealnya akurasi mencapai 90%.

Rodgers telah mencoba Lucas Leiva untuk memainkan peran sebagai volante de salida. Ia juga sedang menjajal Gerrard. Atau ia hanya sedang bermain dengan risiko untuk menunjukkan kalau ia butuh pemain tambahan yang lebih mumpuni? Jika benar, rasanya terlalu besar taruhannya. Tapi yang pasti lewat eksperimen yang dilakukannya, pria yang memulai karir sebagai manajer di Watford ini tak cukup puas dengan kondisi timnya. Ia ingin sedikit demi sedikit membangun system permainan sesuai falsafah sepakbola yang dianutnya.

Gerrard kemudian tak maksimal menjalankan perannya sebagai quarterback dalam formasi super ofensif yang dipilih Rodgers saat menjamu Aston Villa. Tak seperti biasanya, ia hanya ditemani Henderson sebagai gelandang tengah di zona 5. Mereka tak kuasa mengontrol permaian. Lucas yang masuk untuk menggenapi formasi 1 regista dan 2 box-to-box midfielders pada laga yang berakhir remis ini malah mengalami cedera. Sirene bahaya pun santer terdengar, Liverpool darurat gelandang bertahan. Wacana membeli gelandang bertahan baru kembali mengemuka. Mumpung jendela transfer pemain musim dingin baru separuh jalan. Beberapa nama gelandang bertahan sempat dikaitkan dengan Liverpool. Sebut saja Fernando Reges (dirumorkan sudah sepakat dengan AC Milan), Agyemang-Badu, dan Yann M’villa.

Namun untuk mendapat akses bertemu dr. Zaff Iqbal, guna menjalani tes kesehatan harus memenuhi paling gak harus memenuhi tiga syarat umum. Pemain tepat, Available, dan nilai ekonominta pas. Brendan Rodgers seperti di tulis Liverpool Echo (14/01/2014) kembali menegaskan bahwa bisnis akan dilakukan jika ada pemain yang dirasa tepat, tanpa menyebutkan posisi dan tak membatasi waktu pada jendela transfer Januari 2014 saja. Manajer harus yakin bahwa pembelian pemain memberi nilai tambah bagi tim dan cocok dengan sistem permainan yang diingini. Pemain tepat saja tidak cukup, terkadang pemain yang diingini memang tidak dijual atau memilih untuk bertahan di klub lama (seperti Diego Costa di musim panas lalu).

Syarat ketiga kemudian jadi penentu. Klub tidak berkenan mengeluarkan uang lebih dari value seorang pemain. Tak masalah jika pemain yang dimau tak dilirik oleh klub-klub lain. Sayangnya hal itu jarang terjadi, pemain-pemain bagus atau potensial umumnya menarik minat dari banyak klub kaya. Otomatis klub asal dan tentunya sang agen akan berupaya untuk menaikkan harga. Andai setahun lalu Coutinho dan Sturridge juga diminati klub lain, bisa berabe urusan. Ambil contoh M. Salah (meskipun masih rumor), yang diwartakan tertarik berbaju Liverpool. Tetapi klub asal menggunakan Zenit St. Petersburg yang kabarnya juga tertarik sebagai alat tawar, proses menjadi berjalan lambat. Soal benar atau tidaknya rumor, hanya “orang dalam” yang tahu. Tetapi tak mudah untuk memenuhi 3 syarat umum itu.

Kembali ke soal gelandang bertahan, tak banyak informasi tentang pemain yang dikaitkan dengan LFC seperti Reges, Badu, M’villa. Kecuali melalui video youtube. Rasanya bukan mereka yang dibutuhkan manajer yang belajar bermacam metode kepelatihan di Spanyol ini. DM yang baik memang tak otomatis menjadi regista yang baik. Profil dan tipe permainannya tak jauh beda dengan gelandang-gelandang yang dimiliki Liverpool saat ini. Rodgers sedang mencari seorang pemain yang cocok dengan sistemnya, bukan sekadar defensive midfielder. Ia mencari volante da salida, seorang Regista.

Bali Safari & Marine Park

NOTE: Dimuat di majalah Flona edisi 78, terbit bulan Agustus2009

Melancong Mengenali Aneka Satwa

gajah

Tepuk riuh terdengar, saat para gajah mengangkat belalai serempak memberi hormat. Sekaligus menandai berakhirnya Elephant Show.

Aplaus juga acap terdengar sepanjang pertunjukan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) berdurasi sekitar 45 menit. Atraksi kocak jalan terpincang sampai pura-pura mati tertembak fasih dilakoni. Dikemas ringan dan menghibur namun memuat unsur edukasi. Menuturkan kehidupan dan konflik gajah dengan manusia, penyebab utama penurunan drastis populasi gajah. “Selain showcase, edukasi juga jadi tujuan keberadaan Gajah Sumatera di sini,” ungkap Hans Manangsang, General Manager Bali Safari & Marine Park (BSMP) di Gianyar, Bali.

Masih bisa disaksikan juga acara parade gajah tiap Sabtu dan Minggu pagi, mandi gajah tiap siang dan sore, sampai ikut berakting di pertunjukan Hanuman Show. Tentu tak bisa dilewatkan skedul pokok Elephant Back Safari, yakni sekitar 30 menit menunggang satwa berbelalai berkeliling area.

Satwa yang mampu menghabiskan 300 kg rumput dan buah-buahan ini cukup cerdas dan bisa dilatih berakting. Harus diingat, ia juga sangat sensitif dengan rasa sakit. Makanya jangan pernah berpikir untuk menyakitinya. “Kita mengajari hanya satu atraksi. Gerakan yang diajarkan juga lazim dilakukan di habitatnya. Gajah memang satwa yang harus bergerak dalam hidupnya,” kata Hans.

Gajah sumatera memang mendapat perhatian cukup serius dari grup Taman Safari Indonesia. Sejak tahun 1980an, mereka terlibat dalam operasi penyelamatan gajah, termasuk pembentukan Balai Latihan Gajah di Way Kambas, Lampung. Sub spesies gajah Asia ini memang masuk dalam kategori CITES I alias terancam punah. Populasinya saat ini berkisar 2.400 – 2.800 ekor.

unta

Asia – Afrika

Sajian utama BSMP sebenarnya berkendara dengan Safari Exploration Truck. Selama 45 menit di dalam truk, pelancong bisa bersua dengan beragam fauna khas Nusantara, macam Anoa (Bubalus sp.), Orangutan (Pongo pygmaeus), dan Rusa Timor (Cervus timorensis). Dalam perjalanan yang melewati total 8 jembatan buatan, aneka satwa asal benua Afrika pun bisa disapa. Sebut saja Grevy’s Zebra (Equus grevyi) yang punya pola loreng rapi. Tahukah Anda, pola loreng di tubuh zebra berbeda setiap individu? Jadi hampir serupa dengan sidik jari manusia.

Bisa dijumpai pula Wide Lipped Rhinoceros (Ceratotherium simum) alias badak bermulut lebar asal Afrika. Namun akibat “lidah keseleo” badak berkulit abu gelap dan bercula dua ini jamak disebut White Rhino. Salah sebut itu sedikit berfaedah untuk membedakan dengan Black Rhino. Kuda nil (Hippopotamus amphibius) juga bakal nongol saat truk menyeburkan diri ke badan air. Binatang buas macam Harimau (Phantera tigris), Singa Afrika (Panthera leo), dan Leopard (Panthera pardus) juga bisa dijumpai selama trip.

Usai berkeliling naik truk eksplorasi, jangan buru-buru pulang. Masih banyak satwa lain yang bisa ditemui macam aneka unggas, komodo sampai Harimau Bengala berambut putih berloreng. Cermati pula jadwal pementasan yang sayang kalau terlewat, karena sebagian bisa dinikmati tanpa harus membayar lagi. Sebagai kenang-kenangan, tiada salahnya berpose bareng aneka jenis satwa termasuk ular, gajah dan singa di depan kamera.

Say cheese!

Teks/Foto: Rudi

tsavo
FOTO: Tsavo Lion Resto

Makan Bersama Singa

Tsavo adalah nama kawasan di Kenya Afrika. Tempat terjadinya peristiwa dua singa Afrika membunuh 135 pekerja pembangunan rel kereta api penghubung Kenya-Uganda. Ghost dan Darkness, julukan sepasang singa pembunuh dari Tsavo, kemudian tertembak oleh Letkol John Henry Patterson pada tahun 1898. Singa Tsavo pun melegenda sebagai singa pemangsa manusia, bahkan sempat beberapa kali diangkat menjadi kisah film layar lebar.

“Jarang sekali ada cerita singa membunuh manusia, karena memang bukan mangsanya. Sensasi kehadiran singa Tsavo itu yang bakal selalu diingat,” ungkap Hans Manangsang menyangkut asal nama Tsavo Lion Restaurant. Seekor singa jantan ditemani lima ekor singa betina, bakal menemani tamu menyantap hidangan di resto yang ada dalam kawasan BSMP. Singa dan manusia hanya dipisahkan kaca tempered bening setebal 22 mm. Tapi jangan takut, kawanan singa tak akan bisa menerobos masuk ruang makan. Masih ada barrier berupa badan air selebar lebih kurang 1 m yang membuat mereka ogah menyeberang.

Semua aktivitas kawanan Panthera leo dalam imitasi padang savana berhias bukit batu menjadi tontonan seru. Menggeliat usai tidur, menggaruk, mengasah kuku di pohon, telentang mandi matahari, dan minum di badan air yang menempel kaca seolah jadi menu pendamping hidangan olahan koki resto.

Singa jantan yang tiba-tiba muncul di belakang dinding kaca di belakang bartender pun menjadi objek menarik untuk diabadikan dengan kamera. Dan jangan kaget saat Anda tak kuat lagi menahan hasrat buang air. Di balik kaca toilet seekor singa bakal mondar-mandir mengawasi. Suara auman raja rimba yang serupa lenguhan sangat keras tak jarang terdengar memperkaya alunan musim ala Benua Afrika yang diputar. Jikalau beruntung bisa saja menjadi saksi singa kawin, yang tak perlu penghulu.

Bagaimana ke Sana?

Bali Safari & Marine Park cukup mudah dijangkau. Berada di wilayah Gianyar dan terletak di pinggir jalur jalan raya. Dari arah Denpasar masuk ke By Pass Padang Galak lalu belok ke By Pass Ida Bagus Mantra menuju Klungkung. Berada di sebelah kiri setelah melewati dua stasium pengisian BBM.

Nadine Chandrawinata

Dimuat di majalah Flona edisi 79, terbit bulan September 2009.

Duta Penyelamatan Gajah Sumatera

Gajah merupakan satwa cukup unik. Seekor betina bakal jadi pemimpin dalam kelompoknya.

Sifat khas itu menjadi salah satu alasan Nadine Chandrawinata menerima “jabatan” sebagai Duta Gajah. Menurut mantan Putri Indonesia 2008, karakter itu bisa menjadi inspirasi bagi para perempuan di Indonesia. Agar semakin klop, penobatan dilakukan pada bulan April, bertepatan dengan peringatan Hari Kartini. “Gajah betina saja bisa menjadi pemimpin. Perempuan juga harus bisa jadi pemimpin, (paling tidak) memimpin diri sendiri,” ujarnya.

Penobatan Nadine sebagai Duta Gajah, tepatnya Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrana), tentu bukan tanpa sebab. Dalam hitungan dua bulan, belasan Gajah Sumatera ditemukan tewas. Sebagian ditemukan mati dengan kondisi tanpa gading. Sementara sebagian lain mati akibat racun yang dipasang di perkebunan sawit. Semakin mengenaskan mengingat habitat asli satwa bertubuh raksasa juga hancur akibat dikonversi menjadi perkebunan dan permukiman.

Nah, salah satu tugas Nadine (bersama Maia) adalah mengampanyekan tentang ancaman terhadap kepunahan. Sebelum menjadi Duta Gajah, wanita blasteran Indo-Jerman itu cukup concern dengan satwa. “Kalau di laut (perhatian utamanya) pada penyu sebagai satwa tertua. Di darat, mamalia tertua adalah gajah. Saya berkecimpung juga di WWF,” aku Nadine.

Mengembalikan Hak

Kehidupan gajah tak jauh berbeda dengan manusia. Begitu kata Nadine Chandrawinata, ketika diminta pendapatnya mengenai binatang berbelalai itu. Mantan Putri Indonesia 2008 itu juga mengungkapkan bahwa gajah termasuk satwa sangat sensitif. Menurutnya, gajah bisa tahu apakah yang mendekatinya berniat jahat atau positif.

Kedekatan Nadine dengan gajah tergambar saat sesi foto bersama gajah di Pantai Lebih, Gianyar, Bali. Tanpa canggung pembawa acara musik Mantap di sebuah stasiun televisi swasta ini mengelus, memeluk dan menari bersama dua satwa bertubuh raksasa itu. Ia juga tetap tenang saat makhluk yang bertahan dari evolusi panjang itu menggamit dan mengangkatnya dengan belalai. “Sangat menyenangkan kok,” kata Nadine singkat.

Interaksi itu sekaligus menjadi cara Nadine untuk lebih mengenal gajah. Sebelumnya gajah harus diajak ngobrol dulu, ia percaya mereka bisa berkomunikasi dengan membaca aura. Nadine menambahkan gajah adalah satwa pemimpin, bisa melindungi binatang-binatang di sekitarnya. Jadi keberadaan gajah sumatera sebenarnya sangat berguna bagi ekosistem di sekitarnya.

Sifat gajah juga tidak grusak-grusuk, mereka tahu apa yang dilakukan. Termasuk saat “mengamuk” dan masuk ke permukiman. Sebagian besar habitatnya sudah direnggut manusia, tentu gajah merasa terancam. Nadine mengimbau semua pihak harus sadar, gajah sumatera harus dilindungi. “Manusia telah mengambil hutan yang jadi rumah mereka. Sekarang kita harus mengembalikannya,” tandasnya.

Mari kita segera mengembalikan hutan yang menjadi hak para gajah.

Bukan Terbesar

Meskipun nama spesies yang melekat adalah Elephas maximus, tetapi Gajah Asia bukanlah yang terbesar. Masih ada Gajah Afrika (Loxodonta africana) yang lebih jumbo. Gajah asal Benua Hitam bisa mencapai berat 6 ton, sementara gajah Benua Kuning beratnya mentok pada angka 5 ton. Tinggi Gajah Asia hingga ke pundak bisa mencapai 2,8 meter. Namun subspesies gajah sumatera berukuran lebih kecil, tingginya antara 1,7 – 2,6 meter.

Selain gajah sumatera, Indonesia juga punya subspesies Elephas maximus borneoensis yang berukur relatif kecil. Namun gajah penghuni Pulau Kalimantan sekarang sama sekali tidak bisa ditemui. Selain dua subspecies itu, masih ada dua subspesies lain yakni Elephas maximus indicus (India) dan Elephas maximus maximus (Srilanka).

Gajah Asia memiliki beberapa perbedaan dengan Gajah Afrika. Spesies asal Asia memiliki punggung melengkung ke atas (cembung), sementara saudara jauhnya asal Afrika berpunggung cekung. Bentuk kepala gajah asia terdiri dari dua kubah kiri-kanan. Sementara Gajah Afrika cenderung datar.

Gajah Asia memiliki belalai dengan satu “jari” pada bagian atas ujungnya. Sementara Gajah Asia punya belalai yang ujungnya berjari dua atas-bawah. Belalai memang seperti hidung yang berguna juga untuk bernapas dan mencium bau. Tetapi fungsi utama belalai justru sebagai pengganti tangan terutama untuk mengambil makanan. Begitu juga saat minum, ia akan menyedot air sampai kira kira 40 cm lalu memasukkannya ke mulut.

Perbedaan lain, hanya Gajah Asia jantan yang memiliki gading. Sementara gajah Aprika, jantan dan betina sama-sama bergading. Elephas maximus memiliki kaki depan berjari lima, sementara kaki belakang berjari empat. Kaki depan Loxodonta africana berjari empat, sementara kaki belakang berjari 3. Pembeda lain yang barangkali unik adalah bentuk daun telinga. Gajah Asia punya telinga lebih kecil dengan bentuk mirip Benua Asia. Sementara Gajah Afrika lebih lebar dengan bentuk serupa Benua Afrika.